Dari
beribu-ribu buku Cina, mungkin yang paling banyak diterjemahkan dan dibaca di
luar negeri itu adalah sebuah buku yang ditulis lebih dari 2000 tahun yang
lalu, terkenal dengan nama Lao Tse
atau Tao Te Ching. Buku Tao Te Ching ini atau “Cara lama dan
kekuatannya” adalah naskah utama dimana filosof Taoisme diperinci.
Buku
ini ditulis dengan gaya
khas yang luar biasa dan mampu menyuguhkan berbagai macam penafsiran. Ide sentralnya
berkaitan dengan masalah Tao yang
lazim diterjemahkan dengan “jalan” atau “jalur”. Tapi konsepnya agak kabur
karena buku ini dimulai dengan kalimat Tao
yang dijelaskan bukanlah Tao yang
abadi, tapi secara kasarnya adalah “alam” atau “hokum alam”.
Taoisme
beranggapan bahwa individu janganlah melawan Tao, melainkan harus tunduk menghambakan diri dan bekerja
bersamanya. (Seorang Taoist dapat menunjukkan contoh air yang lembutnya tak
tebatas, yang mengalir tanpa proses menuju daratan redah dan yang tak melawan
kekuatan selemah apapun, tak terhancurkan, tapi karang yang sekokoh apapun bisa
luluh pada akhirnya).
Untuk
seorang pribadi manusia kesederhanaan dan kewajaran merupakan hal yang menjadi
anjuran. Kekerasan harus dijauhi seperti juga halnya bergulat untuk uang dan
prestise. Orang tidak boleh bernafsu merubah dunia, melainkan harus
menghormatinya. Bagi pemerintah, langkah yang dianggap bijak adalah berbuat
tidak begitu aktif, banyak mengatur ini-itu, menambah lagi ndang-undang atau
memperkesar ketentuan-ketentuan yag sudah ada, hanya mengakibatkan keadaan
tambah buruk. Pajak yang tinggi, rencana-rencana pemerintah yang terlalu
ambisius, menggalakkan perang kesemuanya ini berlawanan dengan filosofi Taoisme.
Menurut
tradisi Cina, penulis Tao Te Ching
adalah bernama Lao Tse, dia hidup di
Cina bagian utara, sebagian masa hidupnya dia sebagai ahli sejarah atau
seseorang pembimbing arsip pemerintah, di kota Lo Yang ibukota kerajaan dinasti Chou. Lao tse bukan nama sesungguhnya, melainkan penggilan hormat
yang secara kasara bebrarti “sesepuh”. Dia menikah dan mempunyai anak bernama Tsung yang kemudian anaknya menjadi
jendral di negeri Wei.
Meskipun
Taoisme bermula dari filsafah sekuler, tapi semacam gerakan keagamaan
berkembang dari sana.
Tapi, karena Taoisme sebagi sebuah
filosofi melanjutkan atas dasar khususnya gagasan yang tertuang dalam buku Tao Te Ching, “agama Taoist” ini segera diliputi dengan
kepercayaan dan cara ibadah yang penuh takhayl yang sedikit sekali kaitannya
dengan ajaran Taoisme.