(Kasus Sistem Politik Dalam Masa Orde Lama)
Pada masa Demokrasi Liberal, kondisi sosial-politik sangat kacau, yang terlihat dari jatuh bangunnya cabinet dan berumur pendek, dimana partai ini tidak lagi memperhatikan rakyat, tapi lebih mementingkan kepentingan golongannya masing-masing untuk mendapatkan pengaruh dalam kancah pemerintah, sehingga dengan demikian perkembangan politik dan ekonomi terhambat dan tidak mengalami kemajuan. Melihat keadaan tersebut, maka pada 21 februari 1957 presiden Soekarno mengeluarkan konsepsinya yang dikenal dengan “konsepsi Presiden”. Soekarno mengatakan dan memperingatkan bahwa, jangan meniru bentuk politik negara lain. Ia menolak gagasan Demokrasi Liberal karena Demokrasi tersebut merupakan system barat yang tidak berdasarkan sifat dan jiwa bangsa Indonesia sendiri, yang mana keputusan dapat diambil setelah pertimbangan yang lama dan cermat yang disertai dengan tata cara musywarah dibawah tuntunan seorang pemimpin. Maka Soekarno mengusulkan agar dibentuknya cabinet gotong-royong yang mewakili semua partai.
awal terbentuknya system Demokrasi terpimpin terlihat bahwa ketidakmampuan kostituante menyusun UUD baru untuk menggantikan UUDS karena adanya berbagai perbedaan pendapat yang prinsipil mengenai dasar Negara, sehingga mencerminkan keadan politk yang semakin kacau maka pemimpin TNI (Nasution) menyarankan untuk memberlakukan kembali UUD 1945 yang merupakan salah satu cara untuk memecahkan masalah tersebut. Kemudian presiden Soekarno menyatakannya melalui Dekrit Presiden pada 5 juli 1959 dan membubarkan Majelis Konstituante dan memberlakukan kembali UUD 1945.
Dekrit Presiden tersebut memudahkan jalan Soekarno untuk menggerakkan system Demokrasi Terpimpin. Di Indonesia. Menurut Soekarno bangsa Indonesia memerlukan suatu system politik yang mencerminkan nilai-nilai Indonesia tersendiri yang akan dituntun oleh satu pemimpin. Dengan adanya Dekrit presiden ini sistem politik di Indonesia pun berubah yang sebelumnya menganut system politik perlementer yang merupakan priode system presidential, yang dipegang oleh perdana mentri sedangkan Presiden hanya sebagai kepala Negara. Namun pada saat ini presiden tidak hanya berkedudukan sebagai kepala Negara tetapi juga sebagai kepala pemerintahan. Sedangkan mentri-mentri tidak lagi bertanggung jawab pada parlemen, sehingga peranan perlemen berkurang dan berkurang pulalah peranan partai politik Indonesia. Kekuasaan perlemen pun diperkecil karena tidak adanya pembatasan yang jelas dalam UUD 1945, yaitu pembatasan antara Legislatif dan Eksekutif dalam membuat undang-undang. Presiden juga mempunyai kekuasaan dalam membuat undang-undang dan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu).
Sebagai presiden Soekarno pada bulan juli 1959 tugas pertamanya adalah membentuk pemerintahan dengan membubarkan Dewan Nasional dan dibentuklah Dewan Pertimbangan Agung. Dalam UUD 1945 mengandung ketentuan dibentuknya dua lembaga perwakilan utama yaitu MPR dan DPA, disamping dua lembaga tersebut presiden menambah badan Dewan Perencanaan Nasional sesuai dengan ketentuan konstitusi, yang dipimpin oleh Yamin. Dalam Dewan ini partai yang terwakili adalah PNI, PKI, NU dan partai-partai lainnya sedangkan Masyumi dan PSI tidak ada yang mewakili. Dewan-dewan ini sebagai wadah yang pantas menurut hakikat Demokrasi Terpimpin, dimana Soekarno yang menjadi titik pusat dari seluruh kegiatanya. Anggota MPR dan DPA diangkat langsung oleh presiden yang dikenal dengan nama MPRS dan DPA. Sedangkan anggota DPRS hasil pemilu 1955 tetap berfungsi, namun anggotanya diganti yang bernama DPRGR (Dewan Perwakilan Rakyat Goong-Royong).
Pada Demokrasi Terpimpin ini, banyak terjadinya penyimpangan dari konstitusi yaitu seperti yang dilakukan oleh MPRS, yang menganugerahkan kepada Soekarno sebagai “Presiden Seumur Hidup” dan sebagai perdana mentri Soekarno hanya bertugas merumuskan garis-garis besar tujuan, sedangkan yang bertanggung jawab untuk mencapainya adalah orang lain hal ini berarti ia tidak menjalankan tugasnya sebagai eksekutif. Selain itu, DPR tidak lagi berfungsi sebagai badan yang mengawasi kebijaksanaan sebagai badan yang mengawasi kebijaksanaan pemerintah tapi DPA hanya menjadi badan penasehat saja dan MPRS menjadi badan yang patuh saja.
Dalam pidato Soekarno pada hari peringatan kemerdekaan (17 agustus 1959), Soekarno menguraikan ideology Demokrasi Terpimpinnya, yang beberapa bulan kemudian bernama Manipol (dari Manifesto Politik) menyerukan dibangkitkanya kembali semangat Revolusi, keadilan sosial, dan retooling lembaga-lembaga serta organisasi-organisasi Negara demi Revolusi yang berkesinambungan. Pidato ini berjudul “Penemuan Kembali revolusi Kita”. Pidato ini dijadikan GBHN.
Pada awal 1960 Manipol ditambah dengan USDEK yang berarti UUD 1945, Sosialisme ala Indonesia, Demokrasi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia. Dan ini ditetapkan menjadi GBHN dengan Kepres no.1/1960, sedangkan penetapan dari MPRS pada tanggal 19 november 1960 dengan Tap MPRS no.1/MPRS/1960. Manifesto politik merupakan pedoman resmi rakyat Indonesia dalam perjuangan menyelesaikan revolusi Indonesia sehingga, bangsa Indonesia lebih mudah untuk dipersatukan dalam pikiran dan tidakannya.
Kebijakan Soekarno lainnya adalah larangan terhadap partai-partai oposisi yang penting dan menyederhanakan jumlah partai-partai dalam NASAKOM (Nasionalis, Islam dan Marxisme) yaitu PNI (untuk Nasionalis), NU (untuk Agama), dan PKI (untuk Komunis/Marxisme). Mencopot pejabat-pejabat yang diragukan kesetiaannya, penahanan rumah bagi mereka yang mengkritik rezim yang berkuasa, melaksanakan indekrinasi di Universitas-Universitas serta kotrol terhadap pers, disini dapat dilihat besarnya pengaruh Soekarno yang menyabat sebagai Presiden yang memimpin dan campur tangan disegala bidang.
Perubahan-perubahan yang terjadi akhirnya hanya melemahkan sifat kesatuan, sehingga pekerjaan masing-masing metri lebih banyak tergantung pada Presiden. Karena semua kedudukan terpusat padanya, sehingga pengamat politik menganggap ini adalah kediktatoran perseorangan.
Pada masa Demokrasi terpimpin ini adanya keseimbangan antara kekuasaan TNI-AD dengan PKI, sehingga tahun 1960-an ini Presiden, TNI-AD dan PKI telah menjadi kekuatan-kekuatan pokok bagi susunan politik Indonesia. Dan dimana PKI pun akhirnya dapat menduduki kedudukan yang lebih dekat dengan Presiden yang akhirnya menyebabkan PKI mengadakan pemberontakan yang disebut Gestapu (30 september 1965). Dalam kondisi Indonesia yang semakin memburuk karena kekacauan Ekonomi, pemerintahan yang dictator, serta tindakn PKI dalam Gestapu, membuat Politik yang dimainkan oleh Soekarno merugikan rakyat Indonesia, sehingga setelah proses pemadaman GESTAPU akhirnya Soekarno dari kursinya dan melarang didirikannya PKI. Dengan jatuhnya ORBA akhirnya memberi jalan terbentuknya ORBA pada tahun 1965.
Sumber :
Adnan, Fachri.1999. ”Sistem Politik Indonesia”. Padang: UNP.
Ricklef. 1989. “Sejarah Indonesia Modern” .Yogyakarta: Gajah Mada
University Pres.
Feith, Herberrt.1988. “Pemikiran Politik Indonesia (1945-1965)”. Jakarta: PT
Pustaka LP3S Indonesia.
wah,.membantu ^_^,.