. Catatan Si Virgo Girl: July 2011

 Subscribe in a reader

Berlangganan gratis Via Email Di bawah ini

Friday, July 29, 2011

Zahakir Haris


Tokoh Pers Kerinci

Bergelar Depati Santiudo Hitam, Lahir di Sungai Penuh Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi 10 oktober 1939.
Pada tahun 1982, beliau meraih penghargaan Adhya Sastra Kary Adhyaksa dari Jaksa Agung RI, Ismail Saleh SH sebagai penulis hokum terbaik. Tulisannya itu dimuat Harian Mandala Bandung, berjudul Peran Jaksa Setelah KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) Yang Baru.
Beliau pernah mengikuti Pendidikan Sospol Extension Universitas Padjajaran Bandung pada tahun 1962 setelah menamatkan SMA Negeri 1 Bandung pada tahun 1961, namun kuliahnya tidak selesai, lalu beliau terjun ke dunia pers. Tahun 1967 mengikuti Loka Karya Pers di Banjarmasin. Beliau memenangkan kejuaraan menulis reportase proyek transmigrasi Kalimantan Selatan dan mendapatkan penghargaan dari Menteri Penerangan RI Harmoko.
Kunjungan jurnalistik yang pernah beliau lakukan ke Singapura pada tahun 1991 dan 2001, Malaysia pada thun 1992, 1996 dan 2002, ke Amarika Serikat dan Jepang pada tahun 1992.
Beliau pernah di undang Dirut PT Telekomunikasi Indonesia, Ir. Cacuk Sudarjanto, menyaksikan dari dekat peluncuran Satelit Palapa B4 di Cape Canaveral Floroda, Amerika tahun 1992.

Beberapa penataran, pelatihan dan pendidikan yang pernah beliau ikuti yaitu:
  1. Penataran yang diselanggarakan oleh Polda Jawa Barat di Bandung (1974)
  2. Loka Karya Pers di Banjarmasin (1976)
  3. Penataran P4 Pola Pendukung 45 Jam di Bandung (1981)
  4. Penataran Kewaspadaan Nasional bagi Pemimpin Radaksi Mass Media se-Indonesia di Jakarta (1984)
  5. Apresiasi Wartawan dan Pejabat Perumtel di Bandung (1989)
  6. Apresiasi Telekomunikasi di Sukabumi (1990)
  7. Pekan Sumbang Saran Pers bagi dunia Telekomunikasi PT Telkom di Puncak Bogor ( 1991)
  8. Pekan Sumbang Saran Pers bagi dunia Telekomunikasi di Jakarta (1992)
  9. Orientasi Wartawan Kelompok Perhubungan unit Perumka di Bandung (1992)
  10. Penataran Ekonomi Perbankan di Bandung (1992)
  11. Orientasi Wartawan Unit Depertement Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi & Pejabat HUMAS di Jakarta (1993)
  12. Penataran Kegiatan MInyak Gas dan Panas Bumi (Pertamina) di Puncak Bogor (1993)
  13. Penataran Bidang Listrik di Ciloto Cianjur (1994)
  14. Penataran Kedirgantaraan IPTN di Jakarta (1994)
  15. Press Workshop on Banking Produck Knowledge Citibank (1994)
  16. Penataran PPBN KODAM III/Siliwangi (1994)
  17. Pelatihan Bahasa Inggris Level II Angkatan I/94 Diklat Telkom (1994)
  18. Karya Latihan Wartawan se-Bandung Di Lembang (1997)
  19. Sumbang Saran PWI-DIVRE III PT Telkom di Lembang (1997)
  20. Loka Karya Pembinaan Pemasaran Pers DEPPEN RI di Bandung (1997)
  21. Devisi Latihan Sistem Telekomunikasi di Bandung (1998)
  22. Seminar Nasional BUMN (1998)
  23. Journalist Class Citibank di Bandung (2003)

Selama 11 Tahun bekerja di Harian Umum Mandala Bandung, kemudia 8 tahun menjadi koresponden Harian Media Indonesia Jakarta. Sekarang menjadi Pemimpin Umum/Redaksi Koran Sakti Bandung.
Beliau telah menulis beberapa buku antara lain berjudul OPERASI GANESHA, tentang penggiringan gajah di Air Sugihan Sumatera Selatan, bekerja sama dengan Mayjen TNI IGK Manila. Beliau juga menilis buku penyuluhan hokum berjudul GETOK TULAR bukunya yang lain tentang kegiatan social Yayasan Penyatum Wyata Guna, bekerja sama dengan Ibu Sri Rezeki (Ibu Sri Sudarsono), adik dari Bj. Habibie, buku KISAH PERANG PASIFIK (Perang Dunia II), cerita-serita detektif, kisah nyata romantika kehidupan ummat manusia yang tergelincir ke lembah hitam yang berjudul No’ong (mengintip) Sarang Pelacur yang dimuat bersambung pada Harian Mandala Bandung, artikel lainnya dimuat dalam majalah Varia, Pertiwi, Detik dan Violeta pada tahuan 80-an. Buku perjuangan gerilya Kapten Anumerta Muradi ditulias bersama wartawan senior H.Dasibah dan seorang dari generasi muda, Syafriadi.
Penulis yang berbintang libra ini disamping gemar menulis, beliau adalan seorang wartawan senior yang menjadi anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) sejak tahun 1976 dengan no kartu persnya 10.00.1972.76 ditandatangani oleh Drs Tarman Azzam, dan berlaku seumur hidup.
Beliau kini menetap di Bandung bersama istri (Muhaya Boru Sinambela) dan ketiga anaknya (Winsati Meilia, Hariza Emiyati dan Jusriza) serta anak anggat beliau yaitu Jimmy.

Tuesday, July 26, 2011

Dutch Days


Of the newcomers, it was the Dutch who would eventually lay the foundations of the Indonesian state, though their initial efforts were pretty shoddy: an expedition of four ships led by Cornelius de Houtman in 1596 lost half its crew, killed a Javanese prince and lost a ship in the process. Nevertheless, it returned to Holland with enough spices to turn a profit.
Recognising the great potential of East Indies trade, the Dutch government amalgamated competing merchant companies into the Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC; United East India Company). This government-run monopoly soon became the main competitor in the spice trade.
The government’s intention was to bring military pressure to bear on the Portuguese and Spanish. VOC trading ships were replaced with armed fleets instructed to attack Portuguese bases. By 1605 the VOC had defeated the Portuguese at Tidore and Ambon and occupied the heart of the Spice Islands.
The VOC then looked for a base closer to the shipping lanes of the Malaka and Sunda Straits. The ruler of Jayakarta (now Jakarta) in West Java granted the VOC permission to build a warehouse in 1610, but he also granted the English trading rights. The VOC warehouse became a fort, relations between the VOC and English deteriorated, and skirmishes resulted in a siege of the fort by the English and the Jayakartans. The VOC retaliated, razing the town in 1619. They renamed their new headquarters Batavia.
The founder of this corner of the empire was the imaginative but ruthless Jan Pieterszoon Coen. Among his ‘achievements’ was the near total extermination of the indigenous population of the Banda Islands in Maluku. Coen developed plans to make Batavia the centre of intra-Asian trade from Japan to Persia, and to develop spice plantations using Burmese, Madagascan and Chinese labourers.
Although these more grandiose plans failed, he was instrumental in obtaining a VOC monopoly on the spice trade. In 1607 an alliance with the sultan of Ternate in Maluku gave the VOC control over the production of cloves, and the occupation of the Bandas from 1609 to 1621 gave them control of the nutmeg trade.
VOC control grew rapidly: it tookMalaka from the Portuguese in 1641, quelled attacks from within Java, secured the Sumatran ports and defeated Makassar in 1667. The VOC policy at this stage was to keep control of trade while avoiding expensive territorial conquests. An accord was established with the king of Mataram, the dominant kingdom in Java. (Despite having the same name, this Islamic kingdom had nothing to do with the Hindu Mataram dynasty.) This accord allowed only VOC ships (or those with permission) to trade with the Spice Islands.
Unwillingly at first, but later in leaps and bounds, the VOC progressed from being a trading company to being a colonial master. From the late 1600s Java was beset by wars as the Mataram kingdom fragmented. The VOC was only too willing to lend military support to contenders for the throne, in return for compensation and land concessions. The Third Javanese War of Succession (1746–57) saw Prince Mangkubumi and Mas Said contest the throne of Mataram’s King Pakubuwono II. This spelled the end for Mataram, largely because of Pakubuwono II’s concessions and capitulation to VOC demands.
In 1755 the VOC divided the Mataram kingdom into two states: Yog­yakarta and Surakarta (Solo). These and other smaller Javanese states were only nominally sovereign; in reality they were dominated by the VOC. Fighting among the princes was halted, and peace was brought to East Java by the forced cessation of invasions and raids from Bali. Thus Java was finally united under a foreign trading company whose army comprised only 1000 Europeans and 2000 Asians.
Despite these dramatic successes, the fortunes of the VOC were soon to decline. After the Dutch–English War of 1780, the VOC spice-trade monopoly was finally broken by the Treaty of Paris which permitted free trade in the East. In addition, trade shifted from spices to Chinese silk and Japanese copper, as well as coffee, tea and sugar, over which it was impossible to establish a monopoly.
Dutch trading interests gradually centred more on Batavia. The Batavian government became increasingly dependent on customs dues and tolls charged for goods coming into Batavia, and on taxes from the local Javanese population.
Smuggling, illicit trade by company employees, the mounting expense of wars in Java and the cost of administering additional territory acquired after each new treaty all played a part in the decline of the VOC. The company turned to the Dutch government at home for support, and the subsequent investigation of VOC affairs revealed corruption, mismanagement and bankruptcy. In 1799 the VOC was formally wound up, its territorial possessions seized by the Dutch government, and the trading empire became a colonial empire.
Around 1830, Dutch control was at a crossroads. Trade profits were in decline, the cost of controlling conflicts continued, and when the Dutch lost Belgum in 1830, the home country itself faced bankruptcy. Any government investment in the East Indies now had to make quick returns, so the exploitation of Indonesian resources began.
A new governor general, Johannes van den Bosch, fresh from experiences with slave labour in the West Indies, was appointed to make the East Indies pay their way. He succeeded by introducing an agricultural policy called the Culture System. This was a system of government-controlled agriculture or, as Indonesian historians refer to it, Tanam Paksa (Compulsory Planting). Instead of paying land taxes, peasants had to either cultivate government-owned crops on 20% of their land or work in government plantations for nearly 60 days of the year. Much of Java became a Dutch plantation, generating great wealth for the Netherlands. For the Javanese peasantry, this forced-labour system brought hardship and resentment. They were forced to grow crops such as indigo and sugar instead of rice, and famine and epidemics swept through Java in the 1840s. In strong contrast, the Culture System was a boon for the Dutch and the Javanese aristocracy. In the ensuing years, Indonesia supplied most of the world’s quinine and pepper, over a third of its rubber, a quarter of its coconut products and almost a fifth of its tea, sugar, coffee and oil. The profits made Java a self-sufficient colony and saved the Netherlands from bankruptcy.
Public opinion in the Neterlands began to decry the deplorable treatment of Indonesians under the colonial government. In response, the Liberal Period was initiated. From 1870, farmers no longer had to provide export crops, and the Indies were opened to private enterprise, which developed large plantations. As the population increased, less land was available for rice production, thereby bringing further hardship. Meanwhile, Dutch profits grew dramatically. New products such as oil became a valuable export due to Europe’s industrial demands. As Dutch commercial interests expanded throughout the archipelago, so did the need to protect them. More and more territory was taken under direct control of the Dutch government.
A new approach to colonial government, known as the Ethical Period, was introduced in 1901. Under this policy it was the Dutch government’s duty to further programmes of health, education and other societal initiatives. Direct government control was exerted on the outer islands. Minor rebellions broke out everywhere, from Sumatera  to Timor, but these were easily crushed and the Dutch took control from traditional leaders, thus establishing a true Indies empire for the first time.
New policies were implemented, including the transmigrasi (transmigration) of farmers from heavily populated Java to lightly populated islands. There were also plans for improved communications, agriculture, industrialisation and the protection of native industry. Other policies aimed to give greater autonomy to the colonial government and lessen control from the Neterlands, as well as give more power to local governments within the archipelago.
These humanitarian policies were laudable but ultimately inadequate: public health funding was simply not enough, and while education opportunities for some upper and middle class Indonesians increased, the vast majority remained illiterate. Though primary schools were established and education was theoretically open to all, by 1930 only 8% of school-age children received an education. Industrialisation was never seriously implemented and Indonesia remained an agricultural colony.

Monday, July 25, 2011

Menambah 3 kolom pada footer

Biar blog kita terlihat rapi dan sedap dipandang perlu tempat ekstra apabila blog kita hanya memiliki 2 kolom saja. Oke langsung aja nieh..
1.      Pertama-tama yang harus sobat lakukan adalah langsung menuju edit html.

2.      Jangan lupa mendownload lengkap template dahulu jaga-jaga kalau ada masalah yang tidak diinginkan.

3.      Lalu centang expand template widget agar semua perubahan tidak ada yang tertinggal.

4.      Cari code

<div id='footer-wrapper'>       <b:section class='footer' id='footer'/>     </div> 

Gunakak Ctrl + F agar lebih mudah 

5.      Setelah itu copy code berikut tepat dibawah </div>

 <div id='footer'>
<div id='footer2' style='width: 30%; float: left; margin:0; text-align: left;'>
<b:section class='footer-column' id='col1' preferred='yes' style='float:left;'/>
</div>
<div id='footer3' style='width: 40%; float: left; margin:0; text-align: left;'>
<b:section class='footer-column' id='col2' preferred='yes' style='float:left;'/>
</div>
<div id='footer4' style='width: 30%; float: right; margin:0; text-align: left;'>
<b:section class='footer-column' id='col3' preferred='yes' style='float:right;'/>
</div>
<div style='clear:both;'/>
<p>
<hr align='center' color='#5d5d54' width='90%'/></p>
<div id='footer-bottom' style='text-align: center; padding: 10px;'>
<b:section class='footer' id='col-bottom' preferred='yes'>
</b:section>
</div>
<div style='clear:both;'/>
</div>

Nanti hasilnya seperti ini:

<div id='footer-wrapper'>
bla...bla..bla..
</div>
<div id='footer'>
<div id='footer2' style='width: 30%; float: left; margin:0; text-align: left;'>
<b:section class='footer-column' id='col1' preferred='yes' style='float:left;'/>
</div>
<div id='footer3' style='width: 40%; float: left; margin:0; text-align: left;'>
<b:section class='footer-column' id='col2' preferred='yes' style='float:left;'/>
</div>
<div id='footer4' style='width: 30%; float: right; margin:0; text-align: left;'>
<b:section class='footer-column' id='col3' preferred='yes' style='float:right;'/>
</div>
<div style='clear:both;'/>
<p>
<hr align='center' color='#5d5d54' width='90%'/></p>
<div id='footer-bottom' style='text-align: center; padding: 10px;'>
<b:section class='footer' id='col-bottom' preferred='yes'>
</b:section>
</div>
<div style='clear:both;'/>
</div>
 

Apabila sudah langsung aja di save dan liat di pengaturan elemen halaman

Selamat Mencoba

Sunday, July 24, 2011

Read More Otomatis

Pada jenis read more manual, kita harus membagi dua bagian setiap kita posting dan harus memasukan kode di setiap penggalan posting dan akhir posting. Tapi untuk versi otomatis ini, kita sudah tidak perlu melakukan aktivitas tersebut karena secara otomatis postingan akan terpenggal dan ada kata-kata read more di setiap penggalan.

Langsung saja kita capcups ke cara pembuatannya :

1.      Silahkan login ke blogger terlebih dahulu.
2.      Klik Tata Letak.
3.      Kemudian klik Edit HTML.
4.      Centang Expand Template Widget.
5.      Letakkan kode berikut ini tepat diatas kode </head> :

<script type='text/javascript'> var thumbnail_mode = &quot;no-float&quot; ; summary_noimg = 450; summary_img = 360; img_thumb_height = 120; img_thumb_width = 150; </script>

    <script type='text/javascript'>
    //<![CDATA[
    /******************************************
    Auto-readmore link script, version 2.0 (for blogspot)

    (C)2008 by Anhvo

    visit http://en.vietwebguide.com to get more cool hacks
    ********************************************/
    function removeHtmlTag(strx,chop){
    if(strx.indexOf("<")!=-1)
    {
    var s = strx.split("<");
    for(var i=0;i<s.length;i++){
    if(s[i].indexOf(">")!=-1){
    s[i] = s[i].substring(s[i].indexOf(">")+1,s[i].length);
    }
    }
    strx = s.join("");
    }
    chop = (chop < strx.length-1) ? chop : strx.length-2;
    while(strx.charAt(chop-1)!=' ' && strx.indexOf(' ',chop)!=-1) chop++;
    strx = strx.substring(0,chop-1);
    return strx+'...';
    }

    function createSummaryAndThumb(pID){
    var div = document.getElementById(pID);
    var imgtag = "";
    var img = div.getElementsByTagName("img");
    var summ = summary_noimg;
    if(img.length>=1) {
    imgtag = '<span style="float:left; padding:0px 10px 5px 0px;"><img src="'+img[0].src+'" width="'+img_thumb_width+'px" height="'+img_thumb_height+'px"/></span>';
    summ = summary_img;
    }

    var summary = imgtag + '<div>' + removeHtmlTag(div.innerHTML,summ) + '</div>';
    div.innerHTML = summary;
    }
    //]]>
    </script>

6.      Sedangkan yang sudah pernah menggunakan read more versi manual, sebaiknya sobat kembalikan dulu kodenya seperti semula. Hapus kode yang saya tandai dengan warna merah di bawah ini, sesuaikan dengan template sobat, karena setiap template berbeda - beda :


<div class='post-header-line-1'/>
<div class='post-body'>
<b:if cond='data:blog.pageType == "item"'>
<style>.fullpost{display:inline;}</style>
<p><data:post.body/></p>
<b:else/>
<style>.fullpost{display:none;}</style>
<p><data:post.body/></p>
<a expr:href='data:post.url'>Readmore</a>
</b:if>
<div style='clear: both;'/>    

sehingga sekarang hanya ada satu <data:post.body/&gt

7.      Kemudian hapus kode :

<data:post.body/> atau <p><data:post.body/></p> 

8.      Ganti kode tersebut dengan kode berikut ini :

<b:if cond='data:blog.pageType != "item"'>
<div expr:id='"summary" + data:post.id'><data:post.body/></div>
<script type='text/javascript'>createSummaryAndThumb("summary<data:post.id/>");</script>
<span class='rmlink' style='float:left'><a expr:href='data:post.url'>Read More … <data:post.title/></a></span>
</b:if>
<b:if cond='data:blog.pageType == &quot;item&quot;'><data:post.body/></b:if>

Kemudian Simpan Template.

Selamat Mencoba

Thursday, July 21, 2011

Membuat Link Download


Cara membuat link download sebenarnya sangat mudah, pertama taruh/upload file yang akan di download di webhosting, misalnya Geocities, trus kamu buat script seperti ini:

<a href="http://www.geocities.com/ Kota Malang Masa Kolonial /file.zip">download</a>

text yang dicetak tebal adalah alamat file tempat kamu menyimpannya, ganti text tersebut dengan alamat tempat file kamu.

Tuesday, July 19, 2011

Postingan Blog Tampil di Facebook


Salah Satu cara meningkatkan trafik pengunjung blog adalah membuat social bookmark, submit ke web directory dan masih banyak lagi. cara lain yang tidak kalah menarik adalah cara membuat postingan di blog kita bisa tampil di media lain seperti facebook, cara ini saya nilai paling efektife dan lebih banyak dipakai oleh para master blogger.apalagi media facebook ini mempunyai kaya aplikasi dan yang paling penting gratis dan mudah sekali aplikasinya.

Kali ini saya akan mencoba mengulas cara membuat postingan blog bisa tampil di facebok secara otomatis, kelebihannya lagi anda dapat membuat postingan blog lebih dari satu nama judul blog dan bisa tampil di faceboook secara bersamaan.
Postingan blog anda akan bisa tampil di facebook pada dinding wall pribadi, dinding wall teman dan dinding group yang ada di facebook yang pernah anda buat sebelumnya.
Anda dapat memilih account facebook anda  yang sesuai dengan deskripsi blog yang anda miliki.

Kelebihan Lain postingan anda otomatis punya kesempatan dibaca oleh pengguna facebook lain di seluruh dunia.

Cara Membuat Postingan Blog Tampil di Facebook

Ikuti Langkah-langahnya,
Klik app facebook Rss Graffiti
Seperti biasa setelahnya anda akan dibawa ke otorisasi aplikasi.
Klik Terima dan masuk Ke aplikasi Graffiti, selanjutnya anda tentukan pilihan postingan akan tampil dimana.
lihat sebelah kiri nama user yang berwarna Hijau ( dalam logo bulat hijau ) kemudian klik ' +add feed'  lalu masukkan url feed blog anda yang valid.

klik preview dibawahnya, bila url feed sudah benar postingan blog akan otomatis tampil di atasnya.
kemudian jangan lupa klik Save.

Selamat mencoba

Sunday, July 17, 2011

POLITIK PENDIDIKAN KOLONIAL BELANDA DAN LEMBAGA-LEMBAGA PENDIDIKAN YANG DIKEMBANGKANNYA DI INDONESIA


1.      Politik Pendidikan

VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) adalah suatu perusahaan dagang yang mempunyai tujuan komersial dengan mencari keuntungan secara besar-besaran untuk kepentingan Belanda. Pada abad 17 dan 18 di Belanda segala kegiatan yang menyangkut bidang pendidikan dan pengajaran dilaksanakan oleh lembaga-lembaga keagamaan, sedangkan pemerintah tidak ikut campur tangan langsung dalam penyelenggaraannya sehingga gereja mempunyai kebebasan yang besar dalam bidang pendidikan. 

Pada masa kolonial Belanda di Indonesia penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran masih tetap dilakukan dikalangan agama, tapi mereka merupakan pegawai-pegawai VOC. 

VOC sangat memerlukan tenaga-tenaga pembantuk yang murah dari penduduk pribumi, sehingga penduduk pribumi tersebut perlu diberikan pendidikan untuk dapat menjalankan tugasnya. Yang memberikan pengajaran dan pendidikan pada mereka adalah orang-orang dari kalangan gereja, maka tidak mengherankan pendidikan VOC adalah agama nasrani (protestan). 

Pada waktu VOC merebut Maluku dari tangan Portugis, sekolah-sekolah dan gereja-gereja Roma-Khatolik ditutup dan pendirinya di usir, sebagai penggantinya dibuka sekolah dan gereja protestan. 

Pada waktu pertama kali kolonial Belanda datang ke Indonesia, mereka langsung menuju kepada sumber-sumber kekayaan bagi pasaran dunia yaitu Kep. Maluku. Dan Bangsa Belanda mengusir Portugis yang ada di sana, sehingga Belanda (VOC) berkuasa mutlak dan mulai mengatur perdagangan dan kehidupan masyarakat di sana. Dalam bidang pendidikan selain Belanda (VOC) mengambil alih bekas lembaga-lembaga pendidikan Portugis juga mendirikan sekolah-sekolah baru. Belanda (VOC) tersebut juga menyebarkan agama Kristen-Protestannya dan sekolah-sekolah juga didirikan atas pola tersebut. 

Di Ambon dan sekitarnya pada tahun 1645 terdapat 33 sekolah dan 1300 murid dan pada tahun 1708 jumlah muridnya meningkat menjadi 3966 jiwa. 

Pada abad ke-18 VOC meluaskan jangkauan wilayah pendidikannya sejalan dengan perluasan daerah pengaruhnya. Namun mereka membatasi diri dari wilayah kekuasaan Portugis dan Spanyol. Daerah pendidikan VOC meluas ke pulau Timor (1701), Sawu (1756), kei (1635), Kepulauan Aru (1710), Pulau-pulau Kisar, Wettar, Damar, dan Letti (1700).

Di Sumatera, Jawa dan Sulawesi selatan VOC tidak mengadakan langsung dengan penduduk tetapi melalui Sultan, Raja, atau penguasa daerah. Dengan demikian daerah tersebut tidak terdapat system pendidikan VOC, kecuali istana, pelabuhan dan benteng-benteng yang dijadikan basis. Penyelengaraannya juga khusus untuk orang-orang VOC dan pegawai-pegawainya. Sekolah yang pertama kali didirikan di Jakarta (Batavia) pada tahun 1617, 1636 sudah menjadi 3 sekolah dan diperluas terus sehingga jumlah murid semakin banyak.

2.      Lembaga-Lembaga Pendidikan yang Dikembangkannya

a.      Pendidikan Dasar 

System persekolahan kekuasaan VOC didasarkan dan dilakukan oleh orang-orang dari kalangan agama, dengan sendirinya sekolah-sekolah mempunyai cirri-ciri dan corak agama (Kristen). Sekolah pertama yang didirikan di Jakarta pada tahun 1617 menjadi sekolah “Betawi” (Batavische School). Dan pada tahun 1630 berdiri pula sekolah warga Negara (Burger School). Sekolah-sekolah tersebut bersifat pendidikan dasar dengan tujuan untuk mendidik budi pekerti, demikian pula dengan sekolah-sekolah yang ada di wilayah kekuasaan VOC di Indonesia bagian timur bersifat pendidikan dasar dan bercorak agama.

Tahun 1778 terdapat peraturan mengenai system klasifikasi. Kelas dibagi 3 sesuai dengan kepandaiannya dan kemampuan murid. Kelas 1/tertinggi mata pelajarannya terdiri dari membaca, menulis, pelajaran agama, menyanyi dan berhitung. Kelas 2 mata pelajarannya sama dengan kelas 1 tapi tanpa berhitung dan kelas 3 diberi mata pelajaran ABC dan mengeja kata-kata.

b.      Sekolah Latin

System persekolah ini dimuali dengan cara numpang tinggal (“ in de kost”) di rumah seorang pendeta. Dengan adanya biaya menumpang 12 murid keturunan Belanda dan Indo pada tahun 1642 mulai diajarkan bahasa Latin. Jenis sekolah ini sempat berkembang sebentar, tapi tahun 1651 sudah mulai menyusut sehingga akhirnya ditutup (1656). Pada tahun 1666 sekolah Latin dibuka kembali tapi hanya bisa bertaha selama 4 tahun. 

Selain bahasa Belanda, Bahasa latin juga merupakan mata pelajaran utama. Jam pelajarannya tiap hari antara 06.30-08.00 dan 09.00-11.00 serta 02.00-04.00 kecuali rabu dan sabtu siang diberikan pelajaran agama. Murid-muridnya diharuskan menggunakan bahas latin dalam berbicara.

c.       Seminarium Theologicum

Pemerintahan VOC mengganggap perlu membuka seminarium untuk mendidik calon-calon pendeta. Hal ini sangat penting karena mereka nantinya akan menjadi seorang pendeta dan guru. 

Seminarium ini diciptakan oleh Gubernur Jendral Van Imhoff didirikan pada tahun 1745 di Jakarta. Murid-muridnya diasramakan dan diajar selama lima setengah jam sehari. Setelah berjalan selama 10 tahun sekolah ini terpaksa ditutup karena lulusannya terlampau sedikit.

Syarat penerimaannya adalah anak-anak berusia 8-12 tahun dan diasramakan. Jam pelajarannya yakni 06.30-11.00 dan 03.00-05.00. sekolahnya dibagi dalam 4 kelas. Kelas 1 mata pelajarannya yaitu membaca, menulis bahasa Belanda, Melayu , Portugis dan dasar-dasar agama Kristen. Pada kelas 2 ditambah bahasa Latin, pada kelas 3 ditambah bahasa Yunani dan Yahudi, filsafat, sejarah, ilmu purbakala dan lain-lain. Pada kelas 4 semua mata pelajarannya diperdalam oleh rektornya (kepala sekolah).

d.      Akademi Pelayaran (Academie der Marine)

Van Imhoff juga mendirikan akademi pelayaran dengan tujuan untuk melatih dan mendidik calon perwira pelayaran. Lembaga ini didirikan tahun 1743 dan ditutup tahun 1755 oleh Gubernur Jenderal Mossel karena lulusannya sedikit, sehingga biaya ekspoitasinya menjadi mahal.

 Syarat penerimanya adalah seseorang yang berumur 12-14 tahun dan beragama Kristen-protestan. Dalam seminggu ada 4 hari belajar mulai jam 7-8 (matematika dan berhitung), jam 8-9 (bahasa Latin dan bahasa Timur (Melayu, Malabar dan Persia)), jam 9-11 (navigasi dan menulis), jam 11-12 (menggambar), jam 2-3 siang (menulis, berhitung dan matematika) jam 3-5 sore (navigasi). Hari rabu dan sabtu untuk pelajaran agama, naik kuda, anggar dan dansa. Pendidikannya selama 6 tahun dan selama pendidikan tidak diperbolehkan menggunakan bahasa melayu.

e.      Sekolah Cina

Agar keturunan cina juga mendapatkan kesempatan dalam pendidikan maka didirikanlah sekolah untuk anak-anak cina yang miskinsekolah ini tidak berfungsi setelah peristiwa 1740 (“de Chineezenmoord”=pembunuhan cina). Tahun 1753 dan 1787 sekolah semacam ini didirikan lagi dengan biaya masyarakat cina sendiri dan pendidikan ini berada dibawah lembaga swasta.

            VOC tidak ikut campur dalam urusan kurikulum dalam sekolah cina yang diselenggarakan oleh pihak swasta dari kalangan masyarakat cina itu sendiri. Bahkan dalam kegiatan keagamaannyapun VOC tidak ikut campur tangan.


Saturday, July 16, 2011

Surat Kabar Kampus (SKK) Ganto


A.     Pendahuluan 

Keberadaan media pers pada setiap masa sangatlah penting kerena merupakan salah satu sarana yang efektif untuk menyampaikan informasi pada masyarakat banyak dimanapun mereka berada. 

Media massa memainkan peran untuk menyampaikan informasi pada orang (massa) yang tersebar tak tidak diketahui  di mana meraka berada.  Madia ini berupa  surat kabar, film, televisi , dan radio.   Media ini bersifat melembaga, satu arah, meluas dan serempak, memakai alat, dan terbuka. Dalam memahami tentang media dalam suatu komunitas maka kita tak bisa lepas dari apa yang sering disebut pers. Pers merupakan usaha  dari alat komunikasi massa untuk memenuhi kebutuhan anggota masyarakat akan penerangan, hiburan, keinginan untuk mengetahui berita yang telah/akan terjadi di sekitar mereka khususnya dan dunia umumnya. 

Salah satu media yang mempunyai peranan di Indoesia yakni surat kabar, dimana media massa ikut perperan dalam menyampaikan opini kepada masyarakat mengenai peristiwa yang terjadi di Indonesia tentang politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain. Seperti perkembangan politik Indonesia masa reformasi, setelah lensernya rezim Soeharto dan hal ini tidak lepas dari peranan mahasiswa tersebut dalam memberikan opini mengenai keadaan politik nasional tersebut.

Berbagai perkembangan yang terjadi di indonesia tidak lepas dari peranan surat kabar yang selalu menyampaikan informasi mengenai perkembangan yang terjadi di Indonesia disegala bidang dan disegala aspek. Dari informasi yang disampaikan membauat setiap surat kabar mengalami perkembangan dan surat kabar yang terbitpun muncul dari berbagai lembaga termasuk kampus-kampus/universitas-universitas yang yang ikut meramaikan dalam penerbitan surat kabar.

Surat kabar kampus pun sudah lama ada seperti KAMMI dan Jurnal mahasiswa yang merupakan surat kabar yang diterbitkan dan dikelola oleh Mahasiswa yang terkenal pada masa 1960-an akhir sampai 1970-an awal yang diterbitkan di Jakarta. Dan di sumatera barat sendiri khususnya di Universitas Negeri Padang (UNP) telah menerbitkan surat kabar yang bernama Tri Darma pada tahun 1979 dibawah naungan humas, pada tahun 1989 Tri Darma ini pun berubah menjadi Ganto, yang sampai sekarang telah menjadi ”surat kabar kampus ganto”.           

B.     Masalah

Surat kabar Ganto (SKK) Ganto adalah salah satu organisasi Mahasiswa yang bergerak di bidang jurnalistik yang ada di Universitas Negeri Padang (UNP). Organisasi ini bukanlah unit kegiatan mahasiswa tapi sebuah penerbitan kampus yang dikelola mahasiswa. Pertanggung jawaban organisasi ini langsung pada Rektorat. Lembaga ini adalah lembaga yang mandiri dalam arti pengelolaan organisasi maupun penerbitan. Sedangkan dananya masih disubsidi oleh pihak Universitas yang diambil dari sumbangan mahasiswa baru. Dalam pengelolaan dana dipegang oleh organisasi, pengembilannya melalui bendahara Universitas, begitu juga dengan pertanggungjawaban keuangan itu juga dilakukan langsung dengan pihak keuangan Universitas.[1]

Sebelum adanya SKK Ganto, ia dulunya bernama Tri Darma yang memperoleh surat izin terbit (SIT) tahun 1979 dengan no SK/519 SK/DITJEN PPG/STT/1979 di bawah naungan humas. Semasa itu, Tri Darma terbit dengan tiras yang relative sedikit dengan durasi terbit triwulan. Selain keterbatasan dana, pengelolaannya  juga masih terbatas, yang dikelola oleh segelintir orang yang dipimpin oleh Makmur Hendrik dengan jabatan sebagai pemimpin umum/redaksi. Salah satu prestasi Tri Darma adalah terpilihnya sebagai Koran kampus terbaik I tingkat Nasional, namun Tri Darma tidak dapat bertahan lama.[2]

Beberapa tahun kemudia Tri Darma tidak terbit lagi, maka mei 1989 lahirlah sebuah media kampus dengan nama SKK Ganto. Awalnya beberapa staf kampus seperti Drs. Anas Syafei (pembantu rektor III), Drs. M. Atar semi, Haris Effendi tahar, Drs. Hafni (kepala humas), Abdul Maujud, Ady Rosa serta beberapa mahasiswa seperti Asrul Piliang[3] mengadakan diskusi untuk menerbitkan kembali penerbitan kampus dan diskusi inipun sampai pada soal nama, ada yang mengusulkan nama Seruling, Rangkiang dan Ganto. Akhirnya memutuskan nama yang tepat yakni Ganto.[4]

Ganto merupakan lonceng kecil yang dikalungkan pada leher kerbau atau sapi, dengan kata lain Ganto tidak hanya berfungsi sebagai hiasan akan tetapi juga sebagai pertanda bagi kerbau dan lonceng dilehernya akan berbunyi ketika sapi/kerbau tersebut berjalan. Apabila orang lain mendengar mereka akan menghidar ke tepi, maka ganto akan tetap ada apabila sapi/kerbau tersebut tetap berjalan. Hal ini dijadikan filosofi bagi SKK  Ganto. Disamping memberikan identitas minangkabau dimana SKK Ganto berada. SKK Ganto sebagai Koran kampus akan tetap terbit selama ada kamauan pengelolanya untuk menerbitkan, yang merupakan refleksi dari kerbau/sapi yang berkalungkan Ganto, selagi ia bergerak kalung yang dipakainya akan berbunyi terus[5]. Hal ini dibuktikan oleh SKK Ganto yang selalu terbit. selain perubahan yang terjadi karena adanya perubahan isi dan jenis dari surat kabar (Koran) menjadi tabloid. Dulu waktu Tridarma isinya hanya memberitakan suatu kegiatan dan bersifat seperti Koran dan dikelola oleh Humas. Sedangkan setelah menjadi Ganto, berbentuk Tabloid, dan isinya telah bersifat umum tidak hanya memberitakan suatu kegiatan tapi juga memberi berbagai informasi yang perlu diketahui oleh seluruh mahasiswa.[6]

Dalam bidang kepengurusan SKK Ganto mengganti pengurusnya satu tahun sekali dan setiap kepengurusan yang sudah habis masanya dalam satu tahun tersebut masih bisa menyabat kembali/masih bisa untuk tetap eksis dan seluruh alumni masih tetap bisa ikut dalam setiap kegitan yang diadakan oleh SKK Ganto.[7]
 
Ganto terbit pertama kali pada tahun 1989. Pada tahun 1992, terjadinya pergantian personalia karena ada pengelola dari kalangan mahasiswa yang sudah tamat, sehingga direkrutlah personil baru dari kalangan mahasiswa yang berminat terhadap jurnalistik.[8]

Kualitas ganto semakin hari semakin membaik, hal ini dibuktikan dengan prestasi SKK Ganto yaitu yang memegang predikat sebagai Koran kampus terbaik II Nasional yang diselenggarakan Dikti Depdikbud tahun 1994.[9]

Pada tahun 1995 merupakan era baru bagi kepengurusan Ganto, yang dahulunya personalianya adalah beberapa staf humas dan Dosen serta mahasiswa, sekarang mulai dikelola oleh mahasiswa sendiri, tapi Humas masih bertanggung jawab, dengan Hendra Dupa sebagai ketua pemimpin redaksi (mahasiswa jurusan kimia yang sudah menjabat di SKK Ganto selama 2,5 tahun).[10]

Semasa kepengurusan tersebut prestasi SKK Ganto masih diperhitungkan di tingkat nasional. Terbukti, dalam pemilihan Koran kampus yang digelar dikti, SKK Ganto meraih peringkat terbaik harapan II.[11]
Tahun 1996, kembali ganto mengganti pimpinan redaksi yang beralih pada Zulfahmi (Mahasiswa teknik mesin). Dan pada masa ini, dimulailah tuntutan untuk “independent” artinya lepas dari humas, namun usaha itu belum sepenuhnya berhasil, SKK Ganto tetap dibina oleh humas.[12]
 
Desember 1997, kembali kepengurusan SKK Ganto berganti, yang pemimipin redaksinya adalah M. Isa Gautama. Namun pada masa ini Ganto edisi januari sampai Mei tidak terbit karena SKK Ganto mengalami krisis. Hal ini menumbuhkan ketidakpuasan anggota pengelola SKK Ganto atas kinerja Pemimpin Redaksi yang tidak bisa berbuat apa-apa dan tidak bisa mengatasi krisis tersebut, maka sebelum M. Isa Gautama diminta mundur maka dia terlebih dahulu mengundurkan diri.[13]

Masih pada bulan Juni, Mairi Nandarson yang sebelumnya menyatakan mundur dari SKK Ganto, ditarik kembali dan dipercaya sebagai pemimpin redaksi. Akhirnya Ganto pun terbit seperti semula untuk edisi Juni dan Juli. Namun untuk edisi Agustus 1998 SKK Ganto terkatung-katung penerbitannya. Persoalan yang timbu bukanlah disebabkan oleh kenerja pengelola SKK Ganto, tapi disebabkan oleh proses Lay-out[14] yang tertunda. Tidak seperti biasanya, lay-out yang berada dibawah ketua pimpinan redaksi, atas keinginan perihal humas dan beberapa pengelola non-mahasiswa, meminta diserahkan kepada selain pimpinan redaksi, pengelola SKK Ganto menyetujui hal tersebut dan menunjuk Syamdani (anggota dari mahasiswa) yang bertanggung jawab atas pelaksana proses lay-out. Namun, sangat disayangkan sekali pihak Humas dan beberapa pengelola non-mahasiswa tidak menyetujuinya. Dan secara sepihak mengajukan salah seorang anggota Humas untuk melaksanakan proses lay-out serta didampingi oleh salah seorang pengelola SKK ganto dari mahasiswa. Hal ini adalah salah satu yang dipadang sebagai kemunduran SKK Ganto (1998-1999).[15]

Situasi yang berkembang kemudian semakin tidak kondusif, sehingga SKK Ganto untuk edisi Agustus disatukan dengan edisi September dan terbit dibulan Oktober 1998. persoalan yang terjadi tersebut bukanlah disebabkan SKK Ganto kekurangan dana untuk menerbitkannya. Namun lebih disebabkan oleh adanya system komunikasi yang tidak bagus dengan anggota Humas dan pengarah. Disamping itu adanya kepentingan-kepentingan yang bermain dalam pengelolaan SKK Ganto menjadikan SKK Ganto sampai pada kondisi yang semakin mundur.[16]

Menanggapi hal tersebut, pengelola mahasiswa lebih mempertegas tuntutan independent dengan segala kosekuensinya. Namun hal ini juga tidak diperhatikan oleh pihak humas dan Pembantu rector III. Beberapa pertemuan yang diadakan tidak membuahkan hasil. Anggota SKK Ganto pun menyatakan mogok setelah terbitnya edisi oktober 1998 sampai pada batas waktu yang tidak ditentukan.[17]

Tidak terbitnya SKK Ganto ternyata memukul pihak Universitas.kompromipun akhirnya dilakukan. Akhirnya tututan lepas dari humas pun disetujui akan tetapi sebagai imbalannya pihak Universitas menempatkan penanggung jawab dalam struktur baru akan dibentuk itu. Jadilah haris Effendi Thahar sebagai penanggung jawab yang bertanggung jawab terhadap segala proses yang terjadi di SKK Ganto.[18]
 
Edisi april adalah edisi perdana dalam independent, setelah lepas dari humas. Setelah edisi april 1999, SKK Ganto terbit 2 bulan sekali yakni edisi Mei-Juni dan Juli-Agustus 1999. pada masa ini (Reformasi) SKK Ganto masih dipengaruhi oleh Tridarma. Agustus 1999, kepengurusan berganti, pemimpin redaksi dijabat oleh Syafriyal untuk kepengurusan 1999-2000, dan kepengurusan bertambah dengan anggota magang, yang nantinya kru magang ini akan diseleksi untuk diterima menjadi anggota tetap pada tahun ini dibuka untuk anggota yang ingin magang di SKK Ganto.[19]

Periode ini boleh dikatakan stabil dalam penerbitan SKK Ganto untuk menjadi surat kabar kampus, pada masa ini adanya perubahan format pengelolaan berita, pembukaan devisi-devisi organisasi yang baru. Pada masa ini mulai disusun anggaran dasar dan anggaran rumah tangga untuk pertama kali.[20]

Banyak perubahan yang terjadi pada periode ini, diantaranya mengenai isi dan format dalam SKK Ganto, SKK Ganto tetap eksis di tangah-tangh pembacanya. Satu hal yang sangat berarti dalam periode ini adalah keberhasilan menetapkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART). AD/ART ini ditetapkan pada acara Musyawarah Besar Anggota (Mubes) perdana agustus 2000. aturan inilah yang menjadi pedoman bagi pengurus dalam pengelolaan SKK Ganto. Selain itu secretariat juga dipindahkat dari lantai III rektorat ke gedung BAAKPSI lama dan ruangan ini pun lebih baik dari ruangan yang dulu. Tapi pembantu rektor III meminta SKK Ganto untuk kembali ke rektor karena masalah keamanan.[21]

Periode 2000-2001 yang dipimpin oleh Afrisman. Selama periode ini pengurus baru berhasil menerbitkan 4 edisi Koran, terhitung semejak bulan agustus 2000. perubahan yang dilakukan seiring dengan bertambahnya alokasi dana adalah menambah oplah cetak dari 2000 eksemplar menjadi 3000 eksemplar. Selain itu SSK Ganto juga tampil bewarna yang dahulunya hanya merah-hitam sekarang full calor. SKK Ganto dengan oplah 3000 eksemplar tersebut didistribusikan kepada mahasiswa UNP sebanyak 2500 eksemplar, sedangkan 500 eksemplar untuk dikirim pers mahasiswa yang ada di perguruan tinggi se-Indonesia dan selebihnya digunakan untuk arsip.[22]

Pada masa 2001-2007 SKK Ganto tidak begitu banyak mengalami perubahan SKK Ganto tetap stabil dan tidak begitu mengalami kesulitan. SKK Ganto tetap terbit 7 kali dalam 1 tahun hal ini dikarenakan adanya hari libur tengah semester, hari libur semester dan hari libur puasa-lebaran sehingga SKK Ganto tidak bisa terbit tiap bulan, selain itu hal ini terjadi karena yang mengelola Ganto masih berstatus mahasiswa, dan pengurus Ganto kadang mempunyai urusan pribadi, kadang mereka  sibuk dengan perkuliahan mereka, dan kadang mereka sedang PL sehingga membuat Ganto tidak bisa terbit tiap bulan serta adanya hari libur, baik libur semester dan libur lebaran yang membuat Ganto tidak diterbitkan. Dan pengurus tersebut juga dalam proses belajar. Dan sekarang SKK Ganto telah menerbitkan 144 edisi. Masa ini SKK Ganto hanya berperan sebagai Koran kampus yang isinya hanya menceritakan seputar kampus dan biasanya berita kampus yang dimuat pun tidak dalam rangka untuk mengkritisi kekuasaan yang ada dikapus, karena medianya sangat tergantung dengan pedanaan keuangan dari pihak Universitas. Hampir 80% dari berita-beritanya menceritakan kegiatan-kegiatan seputr kampus, kemudian ditambah dengan artikel ringan dari mahasiswa dan dosen. 

Pada tahun 2007 merupakan tahun perdana bagi SKK Ganto untuk menerbitkan Buletin. Buletin ini akan diterbitkan sekali dalam satu tahun.[23]

Antara SKK Ganto dengan Koran kampus lain di Sumatera Barat tidak memiliki hubungan dalam kerjasama   tapi yang ada hanya suatu perhimpunan persatuan pers mahasiswa Indonesia, meraka saling bertukar pikiran disana, tapi tidak mempengaruhi pemberitaan terhadap surat kabar masing-masing kampus. Begitu juga dengan surat kabar umum lainnya SKK Ganto tidak mempunyai hubungan atau tidak bekerja sama.[24]
              
C.     Pembahasan

Sebagai surat kabar kampus SKK Ganto merupakan sarana komunikasi dalam menyampaikan suatu informasi. Sehingga media massa sangat berhubungan erat sekali dengan teori komunikasi Karena teori komunikasi muncul sdisebabkan oleh respon atau tanggapan terhadap pergeseran struktur media dan teknologi media.

Teori komunikas massa sering berkaitan dengan teori sosiologi terutama ketika berbicara tentang bagaimana tatanan sosial di dalam masyarakat dijaga, dan bagaimana keterlekatan individu dalam berbagai unit sosial. Media sendiri sering dihubungkan dengan masalah cepatnya urbanisasi, mobilitas sosial dan kemunduran masyarakat tradisional. Media juga dihubungkan dengan terjadinya dislokasi sosial dan meningkatnya imoralitas, kejahatan serta tindak penyimpangan. Keberadaan media menjadi penyebab melemahnya kontrol sosial dan solidaritas masyarakat karena masyarakat menjadi semakin individualistis, impersonal dan anomis. Nilai-nilai tradisional juga menjadi semakin lemah karena media menawarkan system nilai alternatif melalui pesan-pesannya tentang produk baru yang sedang digemari.

Namun, di sisi lain media dengan karakteristik yang dimilikinya dianggap mampu menyatukan individu-individu yang tercerai berai ke dalam khalayak yang jumlahnya besar. Media juga mampu mengintegrasikan para pendatang baru di kota besar melalui nilai-nilai, gagasan dan informasi yang ditawarkan serta membantu individu untuk membentuk identitas diri. Dengan demikian, media dikatakan sebagai pendorong terjadinya kohesi sosial, sesuatu yang sulit dilakuka oleh institusi-institusi tradisional lain seperti keluarga, agama maupun sekolah.[25]
 
Melalui fungsi pewarisan budaya, media massa melakukan pendidikan kepada masyarakat, karena melalui informasi, maka masyarakat akan merasa lebih padu dengan lainnya. Sehingga dengan demikian dapat dicapai suatu dasar berpikir yang sama. Sebab melalui media massa semua informasi dapat menyebar dengan cepat melebihi saluran yang lain. 

komunikasi massa adalah proses penyampaian informasi kepada khalayak massa dengan menggunakan saluran-saluran media massa. Jadi komunikasi massa tidak sama dengan media massa. Media massa hanyalah salah satu faktor yang membentuk proses komunikasi massa tersebut, yaitu sebagai alat atau saluran. Komunikasi massa mempunyai karakteristik yang berbeda dengan bentuk komunikasi lainnya. Ciri-ciri itu terlihat pada pelaku komunikaisnya, pengalaman komunikasi yang dirasakan oleh para pelaku yang dimaksud, serta isi informasi yang disebarluaskan melalui poses komunikasi tersebut.[26] Hal ini terlihat di sini dimana SKK Ganto merupaka suatu media yang berfungsi untuk menyampaikan informasi kepada khalayak ramai, dan media SKK Ganto tersebut pun pendorong terjadinya suatu proses sosialisasi.

D.    Kesimpulan

            Dari pembahasan di atas terlihatlah perkembangan yang terjadi di SKK Ganto yang yang kadang mengalami kemuduran dan kadang berjalan stabil bahkan kadang mendapatkan kedudukan yang tinggi yang terbukti dengan prestasi yang didapatkannya.

SKK Ganto ini sangat diperlukan sekali bagi masyarakat kampus, karena media kampus menyampaikan informasi yang terdapat di kampus, bahakn informasi yang berada diluar kampus yang sangat dibutuhkandibutuhkan oleh masyarakat kampus.

            Walaupun SKK Ganto kadang mengalami kemunduran tapi disisi lain SKK Ganto mampu untuk bersaing dengan surat kabar kampus lainnya di tingkat nasional dan mendapatkan prestati dalam persaingan tersebut.

            Tapi dewasa ini SKK Ganto hanya berperan/bertugas sebagai surat kabar kampus yang hanya menyampaikan suatu informasi kepada masyarakat kampus tanpa berusaha untuk membuat surat kabar tersebut selalu ditunggu-tunggu oleh para mahasiswa atau para pembru berita dan bahkan banyak dari mahasiswa tersebut kurang berminat untuk membacanya, mereka bakal membacanya jika ada berita hangat yang menarik.

Hal ini terjadi karena SKK Ganto diperoleh gratis di kampus dan SKK Ganto hanya tetap berperan sebagai Koran kampus.

Sumber :
  1. Buku panduan akademik 2005/2006
  2. Arsip Ganto
  3. Artikel ringkas ganto
  4. Ratna Noviati “Sosiologi Komunikasi Umy” www.google.com
  5. Zulkarimien Nasution “Sosiologi Komunikasi Massa” www.google.com
  6. hasil wawancara.



[1] Buku Panduan kegiatan kemahasiswaan 2005-2006. Universitas Negeri Padang.
[2] Wawancara dengan Drs. Asrul Piliang
[3] Arsip Ganto
[4] Wawancara dengan Drs. Asrul Piliang
[5] Artikel singkat Ganto
[6] Wawancara dengan Andika
[7] Wawancara dengan Andika dan Nofri
[8] Artikel singkat Ganto
[9] Arsip Ganto
[10] Artikel singkat Ganto
[11] Arsip Ganto
[12] Artikel singkat ganto
[13] Wawancara dengan Drs. Asrul Piliang
[14] Lay-out  yaitu susunan,tata ruang dari SKK Ganto tersebut.
[15] Wawancara dengan Drs. Asrul Piliang
[16] Wawancara dengan Drs. Asrul Piliang
[17] Artikel singkal Ganto
[18] Artikel singkal Ganto
[19] Artikel singkat Ganto
[20] Arsip ganto
[21] Arsip ganto
[22] Arsip Ganto
[23] Wawancara dengan Andika
[24] Wawancara dengan Andika
[25] Ratna Novianti “Sosial Komunikasi Umy” www.google.com
[26] Zulkarimien Nasution. “Sosiologi Komunikasi Masa” www.google.com

Thursday, July 14, 2011

Herbert Spencer



BAB 1

PENGANTAR

Sekilas Tentang Kehidupan Herbert Spencer

            Spencer dilahirkan di kota kecil Derby Inggris tanggal 27 April 1820. dia anak tunggal seorang guru sekolah. Karena kesehatannya kurang mengizinkan, dia didik dirumah. Latar belakang inilah yang membuat smua karyanya bercorak independent. Dia tidak belajar seni Humaniora, tetapi di bidang teknik dan bidang utilitarian.[1]

Tahun 1837, pada usia 17 tahun ia mulai bekerja sebagai seorang insinyur sipil wakil kepala bagian mesin perusahaan kereta api London dan Birmingham hingga tahun 1846.[2] Selama periode ini Spencer melanjutkan studi atas biaya sendiri. Selanjutnya dia tertarik pada bidang politi dan social. Dia mulai menerbitkan karya ilmiah dan politik.[3] Artikel pertamanya di budang ilmu pengetahuan social dimuat dalam majalah Non Conformist pada tahun 1842 dan juga dimuat pada majalah Economist tahun 1848. tahun 1848 spenser di tunjuk sebagai redaktur the economis dan semenjak itu pulalah dia mulai memutuskan untuk tidak lagi menjadi insinyur sipil tapi memperdalam pengetahuannya dibidang ilmu pengetahuan social khususnya sosioligi.[4]
 
Tahun1850 ia menyelesaikan karya besar pertamanya “Social Statis”. Selama menulis karya ini Spencer untuk pertama kalinya mengalami insomnia (tidak bisa tidur) dan dalam beberapa tahun berikutnya masalah mental dan fisiknya ini terus mengikat. Ia menderita gangguan syaraf sepanjang sisa hidupnya. Tahun 1853 Spencer menerima harta warisan yang memungkinkan berhenti bekerja dan menjalani hidupnya sebagai seorang sarjana bebas. Ia tak pernah memperoleh gelar kesarjanaan Universitas atau memangku jabatan akademis. Karena ia mekin menutup diri, dan penyakit fisik dan mental semakin parah, produktifitasnya sebagai seorang sarjana makin menurun. Spencer mencapai puncak kemasyuran tak hanya di inggris namun juga di dunia internesional.[5] Dia meninggal tahun 8 Desember1930.


BAB II

PEMBAHASAN

1.      Pandangan Filasafat Sejarah Herbert Spencer

Spencer merupakan tokoh pendiri sosilogi sesudah Comte. Dia memperkenalkan konsep-konsep evolusi sosial sebagai dasar ilmu sosiologi.  Sebagaimana dalam karyanya “Synthetic Philoshopy” di dalamnya terdapat teori evolusi universal yang meliputi evolusi biologi, sosiologi dan etika. Tulisannya menganut filsafat sintesis yang menggabungkan beberapa ilmu menjadi satu. Karyanya tidak berkembang di negaranya tapi sangat popular di Amerika karena pada abad ke-19 ini ilmu pengetahuan berkembang di Amerika. Tapi Spencer tetap di anggap sebagai bapak sosiologi Inggris.[6] Dan dia yang menulis dasar-dasar sosiologi.

Spencer berpedapat bahwa semua fenomena sosial itu merupakan interaksi dari keseluruhan yang terjadi serta adanya kesatuan dan independesi ilmu. Spencer menempatkan psikologi sesudah biologi dan sebelum sosiologi. Dia juga mengatakan ilmu pengetahuan harus bersandar pada akal sedangkan hal-hal yang bersifat metafisis harus dikeluarkan dari ilmu pengetahuan serta hokum alam dan uniformitaslah yang mengatur jagad raya.   

Sebagai Filasafat harus bertugas menyatukan secara sempurna gejala-gejala yang terjadi, untuk itu diperlukan adanya suatu asas pusat yang dinamis. Asas dinamis kenyataan itu adalah “hokum perkembangan” (evolusi). Hukum-hukum ini oleh Spencer dirumuskan sebagai berikut: “Perkembangan adalah suatu pengintegrasian dari benda, di mana selama pengintegrasian itu benda berpindah dari suatu kebersamaan (homogenitas) yang tak tertentu, yang tanpa gabungan, ke dalam suatu keanekaragaman (heterogenitas) tertentu, yang menampakkan hubungan dan di mana gerak yang menyertainya juga mengalami perubahan yang sama”.[7] Ia mengembangkan sistem filsafat dengan aspek-aspek utiliter dan evolusioner. Spencer membangun utiliterisme jeremy Bentham. Spencerlah yang menggunakan istilah Survival of the fittest pertama kali dalam karyanya Social Static (1850).[8] Spencer mempopulerkan konsep ‘yang kuatlah yang akan menang’ (Survival of the fittest) terhadap masyarakat. Pandangan Spencer ini kemudian dikenal sebagai ‘Darwinisme sosial’ dan banyak dianut oleh golongan kaya.

Karya A System of Synthetic Philosophy “Suatu Sistem Filsafat Sintetis” (1862-1896). Di dalamnya ia memberikan suatu pembimbing ke dalam positivisme, seperti yang dilakukan oleh Comte. Menurut dia, keterangan tentang dunia, baik yang bersifat religius maupun yang bersifat metafisis, kedua-duanya menimbulkan hal-hal yang secara batiniah saling bertentangan. Keduanya ingin memberi penjelasan tentang asal mula segala sesuatu.

a.      Pandangan Herbert Spencer tentang Sosiologi

Spencer mengatakan hokum evolusi merupakan merupakan proposisi dasar yang melibatkan selutuh benda didunia, baik berupa benda inorganic, benda sosial atau sosial yang disebut super organic. Oleh sebab itu Spencer merupakan peletak dasar pemikiran perubahan sosial sebagai suatu bentuk “evolusi”.[9]

Spencer memperkenalkan pendekatan baru sosiologi yaitu merekonsiliasi antara ilmu pengetahuan dengan agama dalam bukunya First Prinsciple. Dalam bukunya ini Spencer membedakan fenomena tersebut dalam 2 fenomena yaitu fenomena yang dapat diketahui dan fenomena yang tidak dapat diketahui. Di sini Spencer kemudian mencoba menjembatani antara ilham dengan ilmu pengetahuan.

Selanjutnya Spencer memulai dengan 3 garis besar teorinya yang disebut dengan tiga kebenaran universal, yaitu adanya materi yang tidak dapat dirusak, adanya kesinambungan gerak, dan adanya tenaga dan kekuatan yang terus menerus. Di samping tiga kebenaran universal tersebut di atas, menurut Spencer ada 4 dalil yang berasal dari kebenaran universal, yaitu kesatuan hukum dan kesinambungan, transformasi, bergerak sepanjang garis, dan ada sesuatu irama dari gerakan. Spencer lebih lanjut mengatakan bahwa harus ada hukum yang dapat menguasai kombinasi antara faktor-faktor yang berbeda di dalam proses evolusioner. Sedang sistem evolusi umum yang pokok menurut Spencer seperti yang dikutip Siahaan, ada 4 yaitu ketidakstabilan yang homogen, berkembangnya faktor yang berbeda-beda dalam ratio geometris, kecenderungan terhadap adanya bagian-bagian yang berbeda-beda dan terpilah-pilah melalui bentuk-bentuk pengelompokan atau segregasi, dan adanya batas final dari semua proses evolusi di dalam suatu keseimbangan akhir. 

Spencer memandang sosiologi sebagai suatu studi evolusi di dalam bentuknya yang paling kompleks. Di dalam karyanya, Prinsip-prinsip Sosiologi, Spencer membagi pandangan sosiologinya menjadi 3 bagian yaitu faktor-faktor ekstrinsik asli, faktor intrinsik asli, faktor asal muasal seperti modifikasi masyarakat, bahasa, pengetahuan, kebiasaan, hukum dan lembaga-lembaga.[10]
 
b.      Teori Herbert Spencer tenang Evolusi Masyarakat, Etika, dan Politik

Evolusi secara umum adalah serentetan perubahan kecil secara pelan-pelan, kumulatif, terjadi dengan sendirinya, dan memerlukan waktu lama. Sedang evolusi dalam masyarakat adalah serentetan perubahan yang terjadi karena usaha-usaha masyarakat tersebut untuk menyesuaikan diri dengan keperluan, keadaan, dan kondisi baru yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. 

Menurut Spencer, pribadi mempunyai kedudukan yang dominan terhadap masyarakat. Secara generik perubahan alamiah di dalam diri manusia mempengaruhi struktur masyarakat sekitarnya. Kumpulan pribadi dalam kelompok/masyarakat merupakan faktor penentu bagi terjadinya proses kemasyarakatan yang pada hakikatnya merupakan struktur sosial dalam menentukan kualifikasi. Spencer menempatkan individu pada derajat otonomi tertentu dan masyarakat sebagai benda material yang tunduk pada hukum umum/universal evolusi. Masyarakat mempunyai hubungan fisik dengan lingkungan yang mengakomodasi dalam bentuk tertentu dalam masyarakat. 

Darwinisme sosial populer setelah Charles Darwin menerbitkan buku Origin of Species (1859), 9 tahun setelah Spencer memperkenalkan teori evolusi universalnya. Ia memandang evolusi sosial sebagai serangkaian tingkatan yang harus dilalui oleh semua masyarakat yang bergerak dari tingkat yang sederhana ke tingkat yang lebih rumit dan dari tingkat homogen ke tingkat heterogen. 

Semua teori evolusioner menilai bahwa perubahan sosial memiliki arah tetap yang dilalui oleh semua masyarakat. Perubahan sosial ditentukan dari dalam (endogen). Evolusi terjadi pada tingkat organis, anorganis, dan superorganis. Evolusi pada sosiologi mempunyai arti optimis yaitu tumbuh menuju keadaan yang sempurna, kemajuan, perbaikan, kemudahan untuk perbaikan hidupnya. Pandangan-pandangan sosiologi Spencer sangat dipengaruhi oleh pesatnya kemajuan ilmu biologi. 

Membandingkan masyarakat dengan organisme, Spencer mengelaborasi ide besarnya secara detil pada semua masyarakat sebelum dan sesudahnya. Spencer menitikberatkan pada 3 kecenderungan perkembangan masyarakat dan organisme: pertumbuhan dalam ukurannya, meningkatnya kompleksitas struktur, dan diferensiasi fungsi. 

Teori tentang evolusi dapat dikategorikan ke dalam 3 kategori yaitu:
1.      Unilinear theories of evolution.
2.      Universal theory of evolution.
3.      Multilined theories of evolution. 

Spencer telah menggabungkan secara konsisten tentang etika, moral dan pekerjaan, terutama dalam bukunya The Principles of Ethics (1897/1898). Isu pokoknya adalah apakah etika dan politik menguntungkan atau merugikan sosiologi. Idenya adalah untuk memperluas metodologi individunya dan memfokuskan diri pada fernomena level makro berdasarkan pada fenomena individu sebagai unit. 

Karakteristik orang dalam asosiasi negara diperoleh dari yang melekat pada tubuh, hukum, dan lingkungannya. Kedekatan individu adalah pada moral sosial dan yang lebih jauh adalah ketuhanan. Oleh karena itu orang melihat moral sebagai jalan hidup kebenaran yang hebat. [11]

2.      Pola Gerak Sejarah

Spencer adalah orang yang pertama kali menulis tentang masyarakat atas dasar data empiris yang konkret. Maka dia memiliki pandangan tentang perubahan yang terjadi pada suatu masyarakat dalam bentuk perkembangan yang linear menuju ke arah yang positif. Perubahan sosial menurut pandangan mereka berjalan lambat namun menuju suatu bentuk “kesempurnaan” masyarakat. Pemikiran Spencer sangat dipengaruhi oleh ahli biologi pencetus ide evolusi sebagai proses seleksi alam, Charles Darwin, dengan menunjukkan bahwa perubahan sosial juga adalah proses seleksi. Masyarakat berkembang dengan paradigma Darwinian: ada proses seleksi di dalam masyarakat kita atas individu-individunya. Spencer menganalogikan masyarakat sebagai layaknya perkembangan mahkluk hidup. Manusia dan masyarakat termasuk didalamnya kebudayaan mengalami perkembangan secara bertahap. Mula-mula berasal dari bentuk yang sederhana kemudian berkembang dalam bentuk yang lebih kompleks menuju tahap akhir yang sempurna. aliran positivisme, memandang bahwa masyarakat harus menjalani berbagai tahap evolusi yang pada masing-masing tahap tersebut dihubungkan dengan pola pemikiran tertentu.[12]

Perkembangan masyarakat seringkali dianalogikan seperti halnya proses evolusi. suatu proses perubahan yang berlangsung sangat lambat. Pemikiran ini sangat dipengaruhi oleh hasil-hasil penemuan ilmu biologi, yang memang telah berkembang dengan pesatnya. Peletak dasar pemikiran perubahan sosial sebagai suatu bentuk “evolusi” antara lain Herbert Spencer dan Augus Comte. Keduanya memiliki pandangan tentang perubahan yang terjadi pada suatu masyarakat dalam bentuk perkembangan yang linear menuju ke arah yang positif. Perubahan sosial menurut pandangan mereka berjalan lambat namun menuju suatu bentuk “kesempurnaan” masyarakat.

            Pemikiran Spencer sangat dipengaruhi oleh ahli biologi pencetus ide evolusi sebagai proses seleksi alam, Charles Darwin, dengan menunjukkan bahwa perubahan sosial juga adalah proses seleksi. Masyarakat berkembang dengan paradigma Darwinian: ada proses seleksi di dalam masyarakat kita atas individu-individunya. Spencer menganalogikan masyarakat sebagai layaknya perkembangan mahkluk hidup. Manusia dan masyarakat termasuk didalamnya kebudayaan mengalami perkembangan secara bertahap. Mula-mula berasal dari bentuk yang sederhana kemudian berkembang dalam bentuk yang lebih kompleks menuju tahap akhir yang sempurna.

            Menurut Spencer, suatu organisme akan bertambah sempurna apabila bertambah kompleks dan terjadi diferensiasi antar organ-organnya. Kesempurnaan organisme dicirikan oleh kompleksitas, differensiasi dan integrasi. Perkembangan masyarakat pada dasarnya berarti pertambahan diferensiasi dan integrasi, pembagian kerja dan perubahan dari keadaan homogen menjadi heterogen. Spencer berusaha meyakinkan bahwa masyarakat tanpa diferensiasi pada tahap pra industri secara intern justru tidak stabil yang disebabkan oleh pertentangan di antara mereka sendiri. Pada masyarakat industri yang telah terdiferensiasi dengan mantap akan terjadi suatu stabilitas menuju kehidupan yang damai. Masyarakat industri ditandai dengan meningkatnya perlindungan atas hak individu, berkurangnya kekuasaan pemerintah, berakhirnya peperangan antar negara, terhapusnya batas-batas negara dan terwujudnya masyarakat global[13]


BAB III

KESIMPULAN

            Spencer membuat sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan serta menentukan arah pandang sosiologi itu. Teori Sosiologi Spencer menunjukan suatu keterampilan dalam mengentrapkan data etnologis dan metode komparatif. Garis besar pandangan dan tujuan Sosiologi Spencer ditandai oleh adanya perpautan seorang filosof yang benar-benar ingin membuat suatu ilmu masyarakat. Dia menekankan pandangannya pada sifat supergonis masyarakat, namun pandangannya individualistis yang berat sebelah itu menolak atau berlawann terhadap adanya unit massa sebagai invidu yang ada dalam masyarakat. Dia melihat jelas adanya ketergantungan sosiologis terhadap psikologi dan sejarah. Dia menunjukkan akan pentingnya psikologi komparatif dan memperhatikan pentingnya silabus untuk psikologi komparatif. 

            Dia membuat kerangka klasifikasi mengenai masyarakat-masyarakat dan suatu morfologi sosial yang berguna bagi sosiologi ilmiah. Dia menunjukkan arti penting faktor ekonomi dalam perkembangan masyarakat. Dan dia melihat korelasi antara lembaga-lembaga pada saat tertentu. Dalam lembaga dan masyarakat dia memasukkan penyelidikan psikologi masyarakat terhadap individu begitupun sebaliknya. Dia menunjukkan adanya kekuatan psikologi y menjaga otoritas keluarga dan Negara.
            Spencer membuat bagan mengenai hukum-hukum perkembangan sosial. Dengan bantuan teori organisme, dengan menghubungkan masyarakat pada gejala alam maka dapat dipisahkan antara metafisis dengan agama.

            Sumbangan yang palig penting dari Specer adalah yakni konsep “evolusi kehidupan sosial”, konsep ini menyatakan adanya kesinambungan perkembangan dalam kehidupan sosial melalui integrasi dan diferensiasi serta penggunaan teori ini mengacu adanya klasifikasi masyarakat dan organisasi sosial


[1] Drs. Hotman M. Siahan.1986 “Sejarah dan Teori Sosiologi” hal 119
[2] Sofa. 11 maret 2008. “Mengenal Pemikiran Herbert Spencer”
[3] Dodi adi. Jum’at, 21 september 2007. “Herbert Spencer”
[4] Drs. Hotman M. Siahan.1986 “Sejarah dan Teori Sosiologi” hal 119
[5] Dodi adi. Jum’at, 21 september 2007. “Herbert Spencer”
[6]Drs. Hotman M. Siahan.1986 “Sejarah dan Teori Sosiologi” hal 120
[8] Sofa. 11 maret 2008. “Mengenal Pemikiran Herbert Spencer”
[9] Drs. Hotman M. Siahan.1986 “Sejarah dan Teori Sosiologi” hal 121
[10] Drs. Hotman M. Siahan.1986 “Sejarah dan Teori Sosiologi” hal 121-124
[11] Sofa. 11 maret 2008. “Mengenal Pemikiran Herbert Spencer”
[13] Perkembangan dan Siklus; Semua Berawal dari “Organisme”

 

My Followers

Page Like

Copyright© 2011 Catatan Si Virgo Girl | Template Blogger Designer by : Utta' |