. Pangeran Dipenegoro (1825-1830) | Catatan Si Virgo Girl

 Subscribe in a reader

Berlangganan gratis Via Email Di bawah ini

Friday, July 1, 2011

Pangeran Dipenegoro (1825-1830)



 A.     Latar Belakang 

Perang Dipenegoro adalah peperangan terbesar yang dihadapi pemerintah Kolonial Belanda di Jawa. Perang ini berlangsung selama 5 tahun. Sampai selesainya perang diperkirakan yang gugur ada 200.000 orang. Sedangkan yang mengalami penderitaan berjumlah sepertiga dari penduduk Jawa pada waktu itu. Peperangan ini menimbulkan kerugian besar baik di pihak Belanda maupun Jawa sendiri dan Belanda menjanjikan 50.000 gulden bagi siapa yang bisa menangkan Dipenegoro.

Awal abad ke 19 merupakan masa-masa yang membuat rakyat menderita antara lain dikarenakan banyaknya pajak dan cukai yang di pungut oleh pemerintah Hindia-belanda yang menjadi beban berat bagi rakyat dan membah penderitaan rakyat.

Pada tahun 1818 pemerintah Belanda memperbolehkan para bangsawan khususnya Yogyakarta menyewakan tanah mereka kepada pengusaha Swasta untuk perkebunan, dan perkebunan ini maju dan meraup keuntungan yang besar. melihat situasi ini, Van Der Capellen yang saat itu menjadi Gubernur tidak senang, sehingga pada tahun 1823 dia mengeluarkan larangan sewa tanah kepada swasta, dan para pemilik tanah mendapatkan kerugian karena harus mengembalikan sewa tanah yang cukup besar tersebut.

Masalah lain yang terjadi yakni tradisi orang Jawa yang sangan kontradiktif terhadap Budaya Barat seperti berbusana, minum-minum dan budaya barat lainnya yang sangat di benci oleh Dipenegoro. 

Pada tahun 1825 adanya rencana pemerintah Kolonial yang bermaksud ingin membangun jalan raya antara Yogyakarta-Magelang yang melewati tanah Dipenegoro di Tegal Rejo yang merupakan makam leluhur pangeran Dipenegoro.. Dan hal ini membuat Dipenegoro marah dan menimbulkan pertentangan yang berujung perang Dipenegoro yang meletus pada 20 juli 1825.

Tujuan perang yaitu untuk melawan kekuasaan Hindia-Belanda yang terlalu ikut campur dalam Kesultanan Yogyakarta dan yang membuat rakyat sangan menderita akibat kedudukan mereka di Yogyakarta. Selain ini adapun tujuan dari Pengeran Dipenegoro yang di serukannya kepada rakyat yakni untuk mecapai cita-cita luhur mendirikan masyarakat yang bersendikan agama islam dengan mengembalikan nilai leluhur adapt Jawa yang bersih dari pengaruh Barat.
  
B.     Motif Perang

Motif dari perang dipenegoro adalah kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan agama. 

Motif sosial  yakni pembangunan jalan yang diperintahkan oleh belanda dari Yogyakarta ke Magelang yang melewati tanah makam leluhur Pangeran Dipenegoro, dan kebudayaan barat yang di terapkan oleh Belanda seperti cara berbusana dan minum-minun yang tidak disukai oleh Dipenegoro. 

Motif ekonomi yakni berbagai pajak yang diterapkan oleh pemerintah Kolonian seperti pajak tanah, pajak halaman, cukai, jembatan, setoran wajib, pajak pabean dan lalu lintas, pajak pengangkatan barang sampai-sampai ada seorang ibu yang mengendong anaknya di kenakan pajak juga hal ini membuat kegelisahan bagi rakyat.

Motif politik yakni mataran di perkecil wilayahnya karena campur tangan belanda, Belanda ikut campur dalam semua urusan pemerintahan Kraton seperti pergantian Raja yang dipegang oleh Pemerintah Kolonial, raja-raja hanya dianggap sebagai pegawai pemerintahan Kolonial.    

Motif Agama yaitu masuknya seorang ulama dalam pasukan Dipenegoro sehingga perang ini disebut juga perang melawan kaum kafir karena Belanda beragama Kristen.

C.     Jalan Perang

Di karenakan sikap Dipenegoro yang tidak mau berunding dengan Belanda mengenai pembuatan jalan Yogyakarta-magelang, dianggap sebagai pemberontakan oleh Belanda, sehingga di utuslah Asisten Residen Chevallier ke daerah sengketa dengan membawa pasukan untuk menangkap Pangeran Dipenegoro dan Pamannya mangkubumi. Sampai di sana beratus-ratus penduduk desa-desa di Tegal Rejo, telah menutupi jalan dan membawa senjata, dan pada malam harinya membuat Tegal Reja di bakar oleh Belanda, hal ini merupakan awal mula terjadinya Perang Dipenegoro. 

Insiden yang terjadi di teral Rejo dan pemberontakan di Yogyakarta ini di ketahui oleh Gubernur Van Der Capellen, sehingga ia mengirim Jendral Hendrik Marcus De Kock. Awalnya De kcok berusaha membersihkan terlebih dahulu Yogyakarta dari pemberontakan, dia juga berhasil memindahkan keluarga Sultan ke tempat yang lebih aman. De Kock juga mendapat bantuan dari Sultan Sumenep, Peku Nataningrat dan Pakubuwono VI, serta Mengkunegoro dari Surakarta karena dia memihak Belanda.    
     
            Sedangkan di pihak Dipenegoro , bergabungnya sejumlah tokoh seperti Pangeran mangkubumi, Sentot Prawiradiraja dan Kyai Maja dan juga 70 bangsawan walaupun 70 bangsawan tersebut akhirnya meninggalkan pasukan Dipeegoro. 

Pada permulaam perang, pasukan Dipenegoro barhasil bergerak maju merebut daerah Pacitan (6 Agustus 1825) dan Purwodadi (28 Agustus 1825). Karena kakuatan Belanda tidak begitu besar.

            Di desa Dinoyo juga terjadi pertempuran. Pasukan Dipenegoro menghadapi musuh yang berjumlah 2.000 orang, namun pertempuran ini dimenangkan oleh pasukan Dipenegoro setelah mendapat bantuan dari prajurit Bulkiya.

Sementara itu di Selarong, pangera Dipenegoro menerima surat dari De Kock mengajak untuk beruding, namun perundingan ini gagal karena tidak adanya kabar hari dan tempat perundingan dari De Kock.

Perlawanan pasukan Dipenegoro tetap berkorbar, di Semarang (11 Agustus1825). De Kock mengerahkan semua pasukan Belanda baik yang ada di Jawa maupun di luar Jawa dan akhirnya Semerang jatuh ketangan Belanda namun pengeran Dipenegoro barhasil meloloskan diri ke Sukowati dan Sukowati pun dapat ditaklukkan oleh Belanda, kemudian pangeran dipenegoro menyingkir ke Madium dan Madium pun dapat ditaklukkan oleh Belanda, kemudian Pengeran menyingkir ke Yogyakarta dan bergabung dengan pasukan di sana.

Perlawanan diberbagai daerah di Yogyakarta merupakan penghalang untuk menyerbu markas besar Dipenegoro di Serang. Tiba-tiba pada tanggal 2 & 4 Belanda scara tiba-tiba menyerang Serang, tapi Serang telah kosong dan markas Dipenegoro telah pindah ke Dekso, di daerah ini di angkat pemimpin-pemimpin baru.

Pada tahun 1826 perang mengalami pasang surut. Perang yang terjadi di Ngelengkong (30 Juli 1826) di menangkan oleh pasukan Dipenegoro, dan perang ini menewaskan seorang letnan Belanda dan 2 orang wali dari Sultan Hamengkubuwono V yang memihak Belanda dan derah Delanggu dikuasi oleh pasukan Dipenegoro.

Kesulitan yang dialami Belanda dalam masa perang (1825-1826) mendorong militer Belanda menggunakan siasat baru yakni Benteng Stelsel untuk memperkuat diri dan bertujuan untuk mempersempit ruang gerak pasukan Dipenegoro yaitu dengan mendiri benteng di daerah yang telah dikuasi belanda.

Pada tahun 1827 pasukan Dipenegoro mulai terdesak sedikit demi sedikit, sehingga pada tanggal 9 dan 23 Agustus 1827 diadakan perundingan dengan Kyai Maja, namun perundingan ini gagal dan Kyai Maja ditangkap dan dubuang ke Manado.  Pasukan Dipenegoro semakin kiat melakukan perlawanan dan berhasil menduduki Pandangan. Tahun 1829 Mangkubumi menyerah. Tahun 1830 Pasukan Dipenegoro mulai terdesak dan akhirnya terjepit di antara Pogo dan Bogowonto Di Kedu(Februari 1830) dan Dipenegoro bersedia untuk berunding dengan pihak belanda tapi perundingan itu dilakukan setelah bulan Ramadhan. Pada 28 meret 1830 di Magelang Dipenegoro mengadakan perundingan dan dia menyerahkan diri dengan syarat sisa pasukannya dilepaskan. Akhirnya pangera Dipenegoro ditangkap dan dibuang ke Manado (3 Mei 1930), lalu dipindahkan ke Ujung Pandang, Makassar (1834) sampai wafatnya pada tanggal 8 januari 1855 di Benteng Rotterdam.

D.    Startegi/Taktik Perang

Dalam perang ini pasukan Dipenegoro menggunakan taktik gerilya, karena peperanggan ini segera menyebar kemana-mana di daerah-daerah Yogyakarta. Sedangkan Belanda menggunakan siasat Benteng Stetsel karena Belanda mengelami kesulitan dan banyak memakan banyak korban.

E.     Teknologi Perang

Dalam perang dipenegoro alat-lat dan teknologi yang digunakan sangan sederhana seperti pedang, keris, meriam, senapan dan pasukan berkuda serta pasukan infantri.
 
Sumber
1.      Mawati Djoened Poesponegoro “Sejarah Nasional Indonesia IV”
2.      Y.B.Sudaryanto “Jejak Pahlawan”
3.      Sartono Kartodirjo “Pengantar Sejarah Indonesia Baru Jilid 1”
4.      R.P.Suyono “Peperangan Kerajaan di Nusantara”
5.   Dr.Badri Yatim, M.A. “Sejarah Peradaban Islam”

0 comments:

 

My Followers

Page Like

Copyright© 2011 Catatan Si Virgo Girl | Template Blogger Designer by : Utta' |