. KARTINI : DIPUJA DAN DIGUGAT | Catatan Si Virgo Girl

 Subscribe in a reader

Berlangganan gratis Via Email Di bawah ini

Saturday, July 9, 2011

KARTINI : DIPUJA DAN DIGUGAT


Yang Pertama :

            Dalam artikel ini penulis menyampaikan berbagai tanggapan masyarakat tentang R.A Kartini dimana terdapatnya pertentangan menganai R.A Kartini sebagai pahlawan nasional. Dalam artikel ini ada yang pro dan ada yang kotra terhadap R.A Kartini sebagai pahlawan  nasioanal, baik yang pro maupun yang kontra mereka mempunyai alasan masing-masing menurut fakta dan analisis mereka dalam memadang  R.A Kartini.

            Mereka yang pro menganggap bahwa gagasan dari R.A Kartini tersebut membawa perubahan bagi kaum perempuan baik dalam bidang pendidikan, dalam rumah tangga dan dalam adat-istiadat yang berlaku pada masa itu. Dia berusaha untuk menutut kesejajaran perempuan dengan kaum laki-laki dalam belajar dan pendidikan. Sehingga dapat dilihat bahwa dia yang pertama berusaha untuk membangkit semangat emansipasi wanita dalam tulisannya.

            Sedangkan yang kotra setidaknya terdapat 3 gugatan terhadap R.A Kartini tersebut yakni : pertama, dia mau dimadu, sedangkan dia benci terhadap poligami. Kedua, keraguan terhadap surat-surat R.A Kartini tersebut yang sangat indah dalam sastra dan memiliki daya observasi yang tajam terhadap situasi dan kondisi zaman itu, sehingga orang mempertanyakan kemampuan seorang anak berumur 14 tahun mampu menulis seperti itu. Ketiga, sikap kartini yang jawa sentris.

            Sehingga sikap pro dan kotra terhadap R.A Kartini tersebut membuat problematic penghargaan kepahlawanan terhadap R.A Kartini. Sehingga penulis menyatakan melihat kartini sesuai dengan zamannya yakni cobalah memandang sikap kartini tersebut disesuaikan dengan keadaan situasi dan kondisi pada zamannya. Bukan dibandingkan dengan zaman sekarang.

Yang Kedua :

R.A Kartini lahir dari golongan ningrat Jawa, dia merupakan keturunan dari keluarga yang cerdas. Sampai umur 12 tahun dia mendapatkan pendidikan di ELS (Europese Lagere School) pendidikan Belanda di sana dia belajar bahasa Belanada. Setelah itu dia dipingit, karena dia bisa bahasa Belanda maka dia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-temannya di Belanda. Selain itu dia juga banyak membaca, mengulas dan membandingkan satu karya denga karya lain, dia juga membaca berbagai macam sastra. Dan ketika dia dipaksa untuk menikah, dia tidak bisa menolak karena dia sangat menghormati ayahnya dan pada waktu itu ayahnya sedang sakit-sakitan sehingga dia berusaha untuk bernegosiasi terhadap calon suaminya untuk tetap diperbolehkan melanjutkan cita-citanya membuka sekolah bagi perempuan Jawa dan calon suaminya pun setuju. Kartini juga bertekad mendidik anak-anak Bupati agar tumbuh menjadi orang yang tidak menomorduakan perempuan. Dengan kata lain, ia menggunakan “perkawinan paksa”-nya dengan Bupati sebagai jalan untuk terus melanjutkan perjuangannya. Jadi, ia tetap konsisten sampai akhir menolak untuk toleran terhadap adat Jawa yang feodal maupun kebiasaan poligami yang dipraktikan pria-pria Muslim di Jawa. Pada masa ini adat-istiadat jawa sangat melekat sekali. 

Dan dilihat dari waktunya R.A Kartini hidup dalam periode zaman perubahan diawal abad ke 20 yang dikenal sebagai zaman politik etis. Zaman itu adalah dekade keemasan kaum liberal Belanda. Tokoh-tokoh pejuang swasta non Pemerintah menguasai kegiatan bidang sosial dan politik. Pemberontakan fisik baru saja berakhir di Aceh. Figur perlawanan kemudian beralih pada pejuang organisasi sosial dan politik dalam memperjuangkan kondisi seimbang antara penjajah dan yang dijajah. Sifatnya  antara lain adalah perjuangannya emansipasi  untuk menuntut persamaan hak dimuka hukum. Ini termasuk kaum perempuan. Sehingga dapat dari surat-surat R.A Kartini tersebut dimana melalui suratnya tersebut dia menyampaikan fikirannya menganai nasib perempuan dia menutut persamaan hak permpuan yang setara dengan laki-laki bidang pendidikan. Dan dia berusaha untuk menanggalkan adat-istiadat yang mengikat perempuan sehingga menghambat kemajuan perempuan tersebut.

Yang Ketiga :

Seorang pahlawan mempunyai banyak criteria, tergatung dari sudut mana kita memadangnya, seorang dikatakan sebagai seorang pahlawan tidak hanya dengan membela Negara dengan bercucurkan keringat atau pengabdiannya terhadap negara, tetapi juga mencerdaskan  masyarakat umum tanpa embel-embel negara, atau hanya memerangi VOC atau  Belanda atau Inggris, dan negara-negara yang melakukan konfrontasi  dengan  Indonesia.

Dan menurut saya kartini tersebut layak dijadikan sebagai pahlawan, walapun dia tidak bercucurkan darah dan memegang senjata seperti pejuang perempuan lainnya yang ikut berperang melawan penjajah. Namun menurut saya penanyalah yang menjadi senjata tajamnya melalui surat-suratnya tersebut dia berusaha untuk membangkitkan emansipasi terhadap perempuan terhadap persamaan hak dengan laki-laki dan sikapnya menutut kebebasan persamaan hak dengan laki-laki dalam mengunyah jejang pendidikan dan menghapuskan adat jawa yang menghambat kemajuan kaum perempuan. Ini dibuktikan dengan dia mendapatkan bantuan dari suaminya untuk mendirikan sekolah bagi perempuan.

Walupun RA Kartini dianggap hanya berbicara untuk ruang lingkup Jawa saja, tak pernah menyinggung suku atau bangsa lain di Indonesia/Hindia Belanda. Pemikiran-pemikirannya dituangkan dalam rangka memperjuangan nasib perempuan Jawa, bukan nasib perempuan secara keseluruhan. Walaupun demikian ide-idenya dianggap menyeluruh secara nasional karena mengandung sesuatu yang universal.

Ide-ide pikiran inilah yang sangat megangukan masyarakat banyak, sehingga dia diberi gelar pahlawan nasional.


0 comments:

 

My Followers

Page Like

Copyright© 2011 Catatan Si Virgo Girl | Template Blogger Designer by : Utta' |